Jual Waring Ikan - Ikan Napoleon!! Budidayanya Ternyata Gampang Di Kepulauan Ini!!


Ikan Napoleon (Cheilinus undulates) merupakan ikan dari keluarga Labridae yg hidup di habitat terumbu karang dan sekitar lamun. Ikan Napoleon merupakan ikan karang terbesar dengan panjangnya yg bisa mencapai lebih dari 2 meter dan berat mencapai 190 kg. Ikan ini sanggup bertahan hidup hingga umu 25-30 tahun dan tersebar luas di seluruh tempat terumbu karang indo-pasifik. 

Makanan Ikan Napoleon ialah hewan-hewan invertebrata atau ikan-ikan kecil, namun yg paling utama ialah bintang bahari berduri yg sering memangsa zooxanthellae (organisme simbiosis karang yg hidup di jaringan polip karang). Sehingga secara ekologis, Ikan Napoleon mempunyai peranan urgent ekosistem terumbu karang.

Namun saygnya, Ikan Napoleon sudah terdaftar dalam CITES dengan status dukungan “terancam” punah. Hal tsb terjadi dikarenakan jumlah penangkapan ikan Napoleon yg tidak seimbang dengan laju perkembangan reproduksinya. Ikan Napoleon merupakan salah satu ikan yg mempunyai laju reproduksi rendah, lantaran hanya 10-30 % dari telur yg dipijah selanjutnya berhasil menetas menjadi juvenil. 

Kerapatan ikan ini pun di alam sedikit yg melebihi 20 ekor ikan cukup umur per 10.000 m2. Sedangkan di pangsa pasar, ikan Napoleon merupakan salah satu ikan konsumsi yg bernilai jual tinggi. Karena penangkapan yg semakin sulit, banyak nelayan hasilnya juga membudidayakan ikan Napoleon dengan sistem budidaya keramba apung, di Indonesia salah satunya yaitu berada di Kepulauan Anambas.

Budidaya di Anambas

Napoleon di Kepulauan Anambas sudah ada semenjak tahun 1990-an yg selanjutnya berkembang hingga ketika ini. Sistem budidaya Ikan Napoleon di Kepulauan Anambas ialah memakai keramba jaring apung. Budidaya dilakukan dengan pembesaran ikan Napoleon dari juvenil (yg ditangkap dari alam) hingga ukuran layak pasar. Pengadaan benih (larva) ikan Napoleon pada budidaya di Kepulauan Anambas tsb pada umumnya melaksanakan penangkapan pribadi di alam.

Nelayan di Anambas biasanya mencari larva pada ketika ekspresi dominan angin barat (Agustus-Oktober) dan angin utara (November-Januari) dengan memakai alat tangkap serok dengan mata jaring yg sangat halus. Kemuian larva yg ditangkap, diperlihara dalam keramba jaring apung dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m x 1 m atau 1 m x 1 m x 1 m dengan mata jaring yg sangat halus. Pakan yg diberikan untuk ikan hingga berusia 1 tahun ialah daging kepiting watu yg telah dihaluskan, sedangkan pakan untuk Ikan Napoleon yg sudah berusia lebih dari 1 tahun ialah daging kepiting watu yg dicampur dengan ikan rucah.

Produksi dari budidaya Ikan Napoleon di Kepulauan Anambas ini sudah tidak diragukan, lantaran pembudidaya tsb telah berhasil mencapai pangsa internasional untuk ekspor, terutama ke negara Hongkong dan Singapura. Namun, perdagangan Ikan Napoleon di Indonesia sangat terbatas untuk ekspor alasannya yaitu sudah menerapkan sistem kuota untuk membatasi jumlah ikan yg diekspor per tahun. Hal tsb dilakukan dengan tujuan melindungi kelestarian Ikan Napoleon di alam.

Ekspor Napoleon

Berdasarkan KKP (2018) bahwa pemerintah hanya mengizinkan ekspor Napoleon melalui jalur transportasi udara. Namun Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomar), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setuju memperlihatkan rekomendasi izin bagi ekspor Napoleon asal Natuna dan Anambas melalui jalur transportasi laut. 

Pemerintah memutuskan kuota ekspor sebanyak 40 ribu ekor dengan ukuran lebih dari 1 kg hingga mencapai 3 kg per ekor, masing-masing untuk kuota Natuna sebanyak 30 ribu ekor dan Kepulauan Anambas sebanyak 10 ribu ekor. Terkait hal tsb, ekspor melalui jalur bahari harus mematuhi peraturan menurut ketentuan yg telah ditetapkan, yaitu :
  • Pertama, kapal angkut berbendera abnormal harus mempunyai izin pengangkutan ikan hidup hasil pembudidayaan dibuktikan dengan SIKPI-A.
  • Kedua, ikan Napoleon harus betul betul berasal dari hasil upaya pembudidayaan dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal (SKA) yg diterbitkan dinas terkait.
  • Ketiga, eksportir harus mengantongi izin pengedar satwa dari pihak management authority CITES di Indonesia (Ditjen. KSDAE, Kemen LHK).
  • Keempat, proses pemindahan harus dicatat dan di bawah pengawasan pihal BKIPM, Pengawas Perikanan, dinas terkait, dan pihak berwenang lainnya.

Sumber http://www.budidayaikan99.com/

Komentar