Menjalankan perjuangan budidaya udang semakin berkembang cerah. Ditambah lagi sekarang terdapat sejumlah sistem budidaya yg sanggup diterapkan menyerupai sistem budidaya udang intensif dan sistem supra intensif yg ianggap sanggup meningkatkan produksi udang.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim realisasi kinerja Pembangunan Perikanan Budidaya Triwulan I 2017 berjalan sukses. Jika ditilik dari cara budidayanya, sistem supra intensif ini merupakan konsep budidaya udang yg terintegrasi dari hulu ke hilir dan juga mengintensifkan lima subsistem, yaitu benih unggul, sarana prasarana, teknologi budidaya, kesehatan lingkungan, serta administrasi usaha.
Penerapan sistem budidaya udang supra intensif yakni hasil karya doktor lulusan Universitas Hasanuddin, yakni Hasanuddin Atjo. Atjo, begitu dia biasa disapa mengatidakan bahwa produktivitas teknologi ini mencapai 153 ton per hektare yg hingga ketika ini masih tercatat sebagai teknologi budidaya modern paling tinggi produktivitasnya di dunia.
Teknologi hasil karya putra Sulawesi Tengah ini dinilai akan memperlihatkan pengaruh signifikan dalam meningkatkan produksi udang Indonesia. Pasalnya, hasil panen yg didapat dari sistem ini yakni tiga kali lipat hasil budidaya intensif. Hasil yg cukup menakjubkan bukan?
Sistem budidaya udang ini pun telah diluncurkan Ketua Masyarakat Aquakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri pada 2013 di tambak CV Dewi Windu Kabupaten Baru, Sulteng, daerah teknologi itu direkayasa dan diujicoba selama beberapa tahun.
Pemerintah sendiri selalu mendukung penemuan gres dalam sistem budidaya. Slamet Soebjakto, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, pun mengungkapkan apresiasinya yg tinggi kepada pelaku perjuangan yg berbagi budidaya dengan contoh baru.
Kunci utama teknologi ini yakni pengelolaan limbah memakai teknologi ‘central drain’ sehingga kualitas lingkungan udang terjamin kebersihannya sehingga bebas dari penyakit. Dalam sistem supra intensif ini, Atjo menerapkan standardisasi terhadap semua input produksi. Tidak kalah urgent yakni menebar benih bermutu dan memperlihatkan pakan secara teratur.
“Pendistribusian pakan juga dilakukan secara otomatis dengan automatic feeder yg terprogram dalam frekuensi derma dan jumlah pakannya,” jelasnya.
Untuk panennya sendiri, panen parsial dilakukan 4—5 kali dalam satu siklus. Panen pertama ketika udang mencapai ukuran 120 ekor per kg. Kemuian, dilakukan panen parsial kedua ketika udang mencapai size 100.
Pada ketika udang sudah mencapai size 70—75 dilakukan panen parsial yg ketiga. Panen seterusnya size 55—60 yg biasanya untuk pabrik olahan yg diekspor.
Sumber http://www.budidayaikan99.com/
Komentar
Posting Komentar